"Umat Islam dunia jumlahnya 15 persen seperti kajian Litbang LDII, namun kontribusinya ke GDP dunia hanya 4 persen ini mengkawatirkan," kata Menag Suryadharma Ali disela-sela kunjungannya ke Pondok Pesantren (Ponpes) LDII Burengan Kediri, Jatim, Sabtu malam.
Dalam siaran pers Humas DPP LDII, Menag menyatakan, pemahaman agama yang sempit menyebabkan umat Islam hanya memandang ilmu pengetahuan bukan sebagai sebuah kebutuhan utama dibanding dengan ilmu agama.
"Ketertinggalan ini adanya persepsi yang salah karena agama hanya dipandang berkaitan dengan fiqih tarekhat saja. Padahal dalam Alqur'an dan Hadist menjelaskan pentingnya akan belajar mengenai ilmu pengetahuan guna meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan," katanya.
Suryadharma Ali mengatakan diperlukan adanya persamaan persepsi dan menghilangkan dikotomi mengenai pentingnya pemaham ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam.
Untuk dapat berkontribusi terhadap GDP umat Islam diharapkan bisa kreatif. Oleh karenanya, menurut Menag, pondok pesantren sebagai basis pendidikan agama juga harus mengajarkan ilmu pengetahuan termasuk dalam hal perdagangan.
"Saya melihat di pondok ini (LDII) sudah diajarkan untuk mandiri seperti banyaknya santri yang berdagang di sepanjang jalan masuk pondok," lanjutnya.
Sementara itu,Ketua DPP LDII Prasetyo Sunaryo mengatakan bahwa minimnya kontribusi dunia Islam terhadap GDP dunia dikarenakan masih belum adanya persatuan dan kebulatan tekad diantara mereka.
"Potensial ekonomi dunia Islam sangat membanggakan jika di kelola dengan serius dan ini akan bisa menyaingi ekonomi pasar yang dikembangkan dunia barat. Tentunya langkah pertama negara-negara Islam harus bersatu dahulu," katanya.
Menurut Prasetyo, LDII sendiri sudah memberikan berbagai keterampilan ilmu pengetahuan kepada setiap santri agar bisa mandiri jika diterjunkan ke masyarakat dalam tugas "Amal Makruf Nahi Mungkar".
"Setiap lulusan pondok LDII selalu dibekali keterampilan yang berguna untuk mereka mencari rezeki yang halal dan bisa berkontribusi kepada masyarakat di sekitar tempat mereka berdomisili," demikian Prasetyo.(*)