LDII - NUANSA. Kalau deadline dilanggar, masyarakat telat mendengar kabar baik dan buruk dari sebuah kebijakan. Inilah yang membuat deadline menjadi tak ada duanya saat para jurnalis bekerja mereka bisa mengabaikan keluarga, bahkan waktu shalat. Tapi tidak dengan almarhum Ketua DPP LDII Iskandar Siregar, shalat lebih penting ketimbang deadline, apapun yang akan menimpanya jangan sampai deadline mengalahkan shalat
"Itu penyaksian kawan-kawan dan atasan di Liputan 6 SCTV," kata ketua DPP LDII Rully Kuswahyudi yang pernah kerja dengan Iskandar Siregar di SCTV. Bahkan menurut kesaksian kawan-kawannya, ia pernah dimarahi pemimpin redaksi liputan SCTV, Sabar Hutapea. Namun ia bersikukuh, shalat lebih utama dari deadline.
Belakangan, atasannya juga kawan-kawannya lebih sadar untuk lebih mengutamakan Tuhan ketimbang urusan pekerjaan. Iskandar mendapat hati kawan-kawannya. Ia dikenal sebagai sosok yang sabar mengkritik dan dikritik sembari tersenyum.
Bukan hanya atasan dan kawannya di dunia kewartawanan yang kehilangan dia, saat dikabarkan meninggal dunia 26 Juli 2021, keluarga besar LDII merasa kehilangan dirinya
Iskandar Siregar kurang lebih telah 20 tahun beramal sholeh di DPP LDII. Akrab disapa Pak Is atau Bang Is. Membidangi klaster kebangsaan dalam 8 program kontribusi LDII untuk bangsa. Tugasnya terbilang tidak ringan Iskandar harus memikirkan berbagai kegiatan yang mendukung tegaknya 4 pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Kegiatan-kegiatan itu ia beritakan. Kerapkali ia mengundang pakar baik dari LDII atau cendekiawan lainnya untuk memformulasikan kegiatan atau kampanye bagaimana agar empat pilar kebangsaan terus hidup prakteknya agar para generasi tua dan generasi muda yang mencintai tanah air mementingkan kepentingan nasional ketimbang kepentingan pribadi atau golongan.
"Kalau kita tidak menemukan dari LDII kita harus mencarinya dari intelektual lain lalu kita sumbangkan pemikiran mereka untuk bangsa ini," ujarnya suatu ketika. Dari pemikirannya lahirlah ide dari LDII untuk menguatkan bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. "bahasa bukan hanya sebatas alat komunikasi tetapi menjadi identitas bangsa perekat persatuan sekaligus memiliki kekuatan membangun peradaban," ujarnya.
Ide-ide Iskandar banyak dituangkan ke dalam majalah Nuansa, biasanya dalam bentuk laporan utama atau artikel di rubrik resonansi. Saat menggantikan almarhum Hidayat Nahwi Rasul sebagai pemimpin redaksi Nuansa Persada, majalah ini memasuki babak baru dalam rapat redaksi.
"Pak Is itu lebih teknis dan sangat siap didebat maupun mendebat sebuah ide. Pak Is cukup meringankan kerja para penulis untuk membumikan ide-ide dari para pemikir di DPP," ujar Ludhy Cahyana salah satu penulis pada majalah Nuansa Persada.
Di mata kolega Iskandar Siregar adalah pribadi yang tenang dan serius tapi suka bercanda memimpin sidang saat Musyawarah Nasional atau Munas atau musyawarah wilayah muswil menyelipkan canda untuk mengurangi ketegangan saat acara berlangsung.
Selama masa hidupnya ia aktif dalam berbagai kegiatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mewakili LDII dengan para wartawan senior ia pelihara dengan baik dari sanalah DPP LDIII banyak memperoleh informasi untuk menentukan berbagai kebijakan dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Pantun yang biasa diucapkan Bang Is. ikan sepat ikan gabus lebih cepat lebih bagus, bunga mawar bunga melati yang lain bisa ditawar NKRI harga mati.