KPAI tahun 2020 melakukan survei nasional dalam situasi pandemi Covid-19, hal yang butuh dicermati bagi penyelenggara daerah. Ada 22 persen anak-anak yang masih melihat tayangan tidak sopan, bermuatan pronografi, yang tidak sesuai dengan Indonesia.
Ketua DPP LDII Chriswanto Santoso pada Lokakarya Gerakan Internet Sehat 2014 meminta masyarakat, terutama kepada orangtua, agar lebih mengawasi anak-anak mereka. Mengajarkan mereka mengenai nilai-nilai luhur, dengan memberikan pendidikan seks sejak dini. “Memisahkan tidur antara anak laki-laki dan perempuan, melarang mereka mandi bersama, merupakan contoh yang dilakukan Rasulullah agar anak bisa menjaga diri sejak dini,” papar Chriswanto saat itu.
Dengan perkembangan teknologi, Chriswanto meminta kepada orangtua untuk lebih dekat kepada anak. Membuka ruang komunikasi yang lebih lebar, sehingga mereka tidak mengandalkan internet untuk curhat, sehingga secara tak langsung menghindarkan anak-anak dari bahaya pornografi di internet.
PORNOGRAFI DAN PENGARUHNYA
Istilah pornografi berasal dari kata Yunani, porne (yang berarti pelacur) dan graphe (yang berarti tulisan atau gambar). Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa (disebut pornografi atau sexually explicit materials). Jadi, aslinya kata "pornografi" menunjuk pada segala karya, baik dalam bentuk tulisan atau gambar, yang melukiskan pelacur.
Pengertian ini mengalami perkembangan. Saat ini umumnya pornografi didefinisikan sebagai "materi yang disajikan di media tertentu yang dapat dan atau ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak atau mengeksploitasi seks".
Para ahli sepakat bahwa ada materi erotis yang dapat merangsang individu. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang memiliki pengalaman yang berbeda. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin banyak pengalaman seksual individu, makin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual.
Victor B. Kline, seorang psikiater yang menangani banyak pasien yang mengalami masalah akibat keterlibatan mereka dalam mengonsumsi pornografi, menyebutkan bahwa ada tahap-tahap efek pornografi yang dijalani mereka yang menjadi konsumen pornografi. Tahapan-tahapan ini menunjukkan bahwa pornografi memiliki efek berjangka panjang bagi konsumennya.
1. Tahap addiction (kecanduan). Sekali seorang menyukai materi pornografi, ia akan mengalami ketagihan. Jika yang bersangkutan tidak mengonsumsi pornografi maka ia akan mengalami "kegelisahan". Ini bahkan dapat terjadi pada pria berpendidikan atau pemeluk agama yang taat.
2. Tahap eskalasi. Setelah sekian lama mengonsumsi media porno, selanjutnya ia akan mengalami efek eskalasi. Akibatnya, seseorang akan membutuhkan materi seksual yang lebih eksplisit, lebih sensasional, lebih "menyimpang" dari yang sebelumnya sudah ia konsumsi.
3. Tahap desensitization (desensitisasi/hilangnya kepekaan perasaan). Pada tahap ini, materi yang tabu, imoral atau mengejutkan pelan-pelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengonsumsi pornografi bahkan menjadi cenderung tidak sensitif terhadap korban kekerasan seksual. 4. Tahap act out. Pada tahap ini, seorang pencandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku seks yang selama ini ditontonnya di media.
Lantas, bagaimana melindungi anak dari pornografi? Penerapan regulasi dengan ketat mengenai pelarangan situs bermuatan pornografi, memastikan program internet sehat masuk desa, pemblokiran situs pornografi dan situs porno anak, membuat layanan masyarakat kreatif dan aktif untuk berkampanye tentang pornografi, serta edukasi kepada orang dewasa tentang internet sehat, merupakan cara yang dapat dilakukan untuk melindungi anak dari pornografi. Indonesia hebat adalah Indonesia yang berhasil memblokir pornografi.