Ketua Umum LDII: Jangan Patah Hati dengan Demokrasi

Ketum LDII Jangan Patah Hati dengan Demokrasi


Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, mengingatkan agar kita tidak patah hati dengan demokrasi. Reformasi 1998 telah membawa perubahan positif dalam kebebasan berpendapat dan berserikat. 

“Kami sebagai ormas merasakan benar, Reformasi 1998 membawa perubahan dalam hal kebebasan berpendapat dan berserikat,” tutur Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.

Ormas-ormas dapat berkontribusi dalam pembangunan nasional dengan memahami masalah masyarakat dan mencari solusi bersama pemerintah. Namun, demokrasi liberal yang lahir dari Reformasi juga memungkinkan elit politik dan pemilik modal mengendalikan negara. Musyawarah mufakat khas Indonesia telah menjauh dari esensinya dan digantikan oleh lobi-lobi transaksional serta politik uang yang mengganggu proses pembangunan.

Politik uang dan korupsi elektoral mengakibatkan kemiskinan struktural dan menghambat pengelolaan sumber daya alam. Masyarakat akar rumput merasa patah hati dengan demokrasi karena terlibatnya para pemodal dalam kekuasaan. Hal ini mengakibatkan pelaksana negara tunduk pada kepentingan swasta dan memunculkan shadow state, di mana pemodal bertransaksi dengan elit politik untuk mengatur kebijakan. Kebijakan yang menguntungkan pemodal belum tentu menguntungkan masyarakat, dan hal ini menjadi keprihatinan civil society.

“Inilah yang memicu lahirnya shadow state, di mana pemodal bertransaksi dengan elit politik untuk mengatur kebijakan,” tuturnya.

KH Chriswanto menegaskan bahwa demokrasi membutuhkan akuntabilitas dan transparansi, dengan kekuasaan yang berada di tangan rakyat dan dijalankan oleh eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kebijakan yang diambil harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan panduan Pembukaan UUD 1945.

LDII mengajak masyarakat untuk tetap merayakan pesta demokrasi. Meskipun demokrasi belum menunjukkan peningkatan kesejahteraan, masyarakat harus meyakini bentuk pemerintahan yang lahir dari Reformasi 1998. Pemimpin yang dipilih harus memiliki kualitas, integritas, dan elektabilitas, bukan hanya popularitas. Popularitas dapat dibangun dengan berbagai cara, termasuk melalui media sosial, namun yang lebih penting adalah amanah, kejujuran, dan integritas. Pemimpin seperti itulah yang diinginkan oleh rakyat dan akan meningkatkan kualitas demokrasi kita.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama