73 Titik Pemantauan Hilal LDII: Upaya Menentukan Awal Ramadan 2024

Jelang Sidang Isbat Ramadan 1445 H, LDII Gelar Rukyatul Hilal di 73 Titik
Foto. Tim Hilal Kalteng melalukan pengamatan di Masjid Darussalam Palangka Raya


JAKARTA. Anggota Departemen Pendidikan Keagamaan, dan Dakwah (PKD) DPP LDII, Wilnan Fatahillah, yang hadir di Kementerian Agama (Kemenag), mengungkapkan bahwa berdasarkan pengamatan LDII di 73 titik, ketinggian derajat hilal di Indonesia belum memenuhi syarat. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam sidang isbat penentuan 1 Ramadan yang diadakan di Auditorium H.M Rasjidi, Kemenag, Jakarta Pusat.

Sidang isbat yang melibatkan Tim Hisab Rukyat Kemenag, perwakilan organisasi massa Islam, duta besar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta undangan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi VIII DPR RI, berakhir dengan keputusan bahwa 1 Ramadan akan jatuh pada tanggal 12 Maret 2024. Keputusan ini didasarkan pada standar kriteria visibilitas yang disepakati oleh Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 2021, yang menetapkan derajat hilal menjadi 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berharap, meskipun terdapat perbedaan, umat Islam dapat menjalankan ibadah puasa dengan kekhusyukan, menghormati, dan menjunjung toleransi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Sementara itu, Cecep Nurwendaya dari Tim Hisab Rukyat Kemenag menekankan bahwa posisi hilal di Indonesia masih rendah, sehingga pengamatan langsung hilal menjadi tidak mungkin.

LDII telah berkontribusi dalam pengamatan hilal di 73 titik di berbagai daerah, yang didahului dengan pelatihan rukyatul hilal sebanyak tiga kali oleh Departemen PKD DPP LDII. Pelatihan tersebut tidak hanya melaksanakan simulasi pengamatan tetapi juga memperdalam pemahaman ilmu falakiyah.

Pahala Sibuea dari Departemen Litbang, Iptek, Sumber Daya Alam (LISDAL) DPP LDII, menjelaskan bahwa hisab rukyat merupakan metode perhitungan dan pengamatan hilal yang hasilnya akan diputuskan melalui sidang isbat. Pengamatan hilal sendiri merupakan tradisi yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan menjadi bagian penting dalam penentuan awal bulan Ramadan.

Pengasuh Ponpes Nurul Aini, Cilandak, Jakarta Selatan, H. M. Jarir, menambahkan bahwa metode rukyatul hilal harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat pentingnya keakuratan dalam masalah ibadah. Jika hilal tidak terlihat, maka bulan Sya’ban harus disempurnakan menjadi 30 hari, sesuai dengan hadits Nabi.

Laporan tim rukyatul hilal LDII dari berbagai daerah seperti Palangka Raya, Jombang, Sukabumi, Bandung, Jember, Sulteng, Bali, dan Lampung, menunjukkan bahwa hilal belum terlihat, terutama karena kondisi cuaca yang mendung di beberapa titik pengamatan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama