KEDIRI. Pondok Pesantren Wali Barokah di Kediri, Jawa Timur, menjadi tuan rumah talk show hybrid yang mengangkat tema krusial mengenai pencegahan stunting, Sabtu (27/7/24). Acara yang dihelat oleh Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPP LDII ini menghadirkan Ratih Indriani, Direktur Medik RSIA Sayyidah, dan Nurul Dwi Utami, Ketua Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) DPC Kota Kediri dari RSUD Daha Husada. Kegiatan ini menarik perhatian sekitar 50 peserta wanita yang antusias menyimak informasi terkini mengenai cara-cara efektif untuk memastikan asupan gizi yang memadai bagi bayi dan anak.
Meskipun stunting merupakan isu kesehatan yang sering kali menjadi sorotan, banyak keluarga yang masih belum sepenuhnya memahami dampaknya terhadap masa depan anak-anak mereka. Melalui talk show ini, Ratih Indriani dan Nurul Dwi Utami mengungkapkan bahwa pencegahan stunting tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan gizi, tetapi juga pada perilaku hidup bersih dan sehat yang harus diterapkan secara konsisten.
Ratih Indriani menegaskan bahwa pemberian gizi yang cukup pada bayi dan anak sangat vital untuk mencegah stunting. “Asupan gizi yang baik sejak dini sangat krusial untuk perkembangan anak. Kekurangan gizi dapat berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan kognitif mereka,” ujarnya. Dia menekankan bahwa kekurangan asupan gizi dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka secara signifikan.
Selain aspek gizi, Ratih juga membahas Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai komponen penting dalam mencegah stunting. “PHBS tidak hanya penting untuk mencegah penyakit, tetapi juga berperan dalam memastikan anak-anak tumbuh dengan optimal,” tambahnya. Ratih menguraikan bahwa pemenuhan kebutuhan karbohidrat, protein, dan lemak harus seimbang dalam diet anak. Misalnya, protein harus menyumbang 5-20 persen dari total kalori, sedangkan lemak memerlukan 30-40 persen. Karbohidrat tetap menjadi sumber energi utama yang mendukung berbagai aktivitas fisik dan kognitif anak.
Sementara itu, Nurul Dwi Utami memberikan perspektif tambahan mengenai pengawasan tumbuh kembang anak melalui grafik dalam buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). “Pemberian protein hewani dapat dimulai setelah enam bulan pertama, namun cara pemberiannya baik jumlah, jenis, maupun bentuknya menyesuaikan umur seperti petunjuk,” ujarnya. Dia juga menekankan pentingnya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan mengingatkan bahwa makanan harus bervariasi serta sesuai dengan anjuran isi piringku.
Nuzul juga mengungkapkan bahwa makanan lokal sering kali mengandung protein yang cukup dan dapat membantu mencegah stunting. “Makanan lokal yang memiliki kandungan protein cukup sudah dapat membantu mencegah stunting. Kita sering kali mengabaikan potensi makanan lokal yang sebenarnya sangat bergizi,” jelasnya. Ia juga memberikan perhatian khusus pada pola makan yang tinggi karbohidrat namun rendah protein, yang dapat menghambat pertumbuhan optimal anak. “Kalori yang tercukupi tetapi komposisinya kurang protein dapat menghambat pertumbuhan optimal anak, karena proses pertumbuhan membutuhkan tinggi protein,” tambahnya.
Diskusi yang berlangsung di Pondok Pesantren Wali Barokah ini memberikan wawasan yang mendalam dan praktis bagi para peserta tentang cara-cara efektif untuk mencegah stunting melalui pemenuhan gizi yang tepat dan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, diharapkan setiap keluarga dapat berkontribusi dalam mengurangi prevalensi stunting dan memastikan masa depan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.