Seri Talbis Iblis: Jerat kepada Ulama


Talbis Iblis Bab VI. Godaan Iblis kepada Ulama

Ada sekelompok ulama yang sangat bersemangat dalam mempelajari ilmu syariat, sehingga mereka menguasai bidang Al-Qur'an, hadits, fikih dan sastra. Lalu Iblis datang kepada mereka dengan bisikan sesat yang sangat halus. Iblis memperlihatkan diri mereka dengan pandangan yang sangat tinggi, karena ilmu yang telah mereka kuasai dan dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Di antara mereka ada yang dijerat iblis sebab kepayahannya dalam mencari ilmu, lalu Iblis membisikinya untuk bersenang-bersenang barang sejenak. Iblis berkata kepadanya, "Sampai kapan kamu bersusah payah seperti ini? Istirahatkan dirimu dari tuntutan-tuntutan ini. Lapangkan dirimu untuk bersenang-senang; andai kamu jatuh dalam kesalahan maka ilmumu dapat menolak siksanya." Lalu iblis mengulas banyak hal tentang keistimewaan ulama.

Jika orang ini tidak mendapatkan pertolongan Allah dan menerima rayuan halus ini maka ia akan binasa.

Jika ia mendapatkan petunjuk Allah maka hendaknya ia berkata, "Wahai iblis, jawaban untukmu ada tiga hal:

Pertama, keistimewaan ulama dengan ilmunya. Jika ia tidak mengamalkannya maka ilmu itu tidak ada guna baginya. Maka jika aku tidak mengamalkannya tentu aku tidak beda dengan orang yang tidak berilmu, dan aku akan seperti seseorang yang mengumpulkan makanan dan memberi makan kepada orang-orang yang lapar, tetapi ia sendiri tidak makan, sehingga makanan yang ia kumpulkan tidak dapat membendung laparnya sendiri.

Kedua, melawan Iblis dengan firman-firman Allah atau hadits-hadits yang mengecam orang yang tidak mengamalkan ilmunya. Seperti cerita Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang seseorang yang dijebloskan ke dalam neraka dengan usus-ususnya yang keluar. Lalu ia berkata jujur, "Dulu saat masih hidup di dunia aku memerintahkan kepada kebaikan, tapi aku tidak melakukannya. Dan aku melarang kemunkaran, namun aku justru melakukannya."

Begitu juga, pernyataan Abu Ad-Darda Radhiyallahu Anhu, "Celaka sekali bagi seseorang yang tidak tahu ilmu agama. Dan celaka tujuh kali bagi seseorang yang mengetahuinya dan tidak mengamalkannya. "

Ketiga, selalu mengingat siksa yang menimpa orang-orang yang mengerti ilmu agama saat mereka tidak mengamalkan ilmunya, seperti Iblis dan lainnya. Cukup kiranya firman Allah Ta'ala di bawah ini mengecam ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, yaitu firman Allah Ta'ala,


مَثَلُ الَّذِينَ حُمِلُوا التَّوْرَنَةً ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارَا

"Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal." (QS. Al-Jumu'ah: 5)


Seri Talbis Iblis Jerat kepada Ulama


Kritik Gaya Hidup Ulama Senior

Iblis benar-benar bisa membelitkan jeratnya kepada ulama yang berkomitmen mengamalkan ilmunya. Iblis memoles kesombongan dengan ilmu agama di mata mereka, dengki kepada teman sejawat dan pamer diri untuk merebut suatu jabatan. Terkadang juga iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa hal ini merupakan hak yang wajib diberikan kepada mereka. Terkadang juga dengan memompa ambisi merebut jabatan ini, sehingga mereka tidak mau lengser, padahal mereka sadar bahwa itu adalah salah.

Terapi hal ini bagi orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah adalah dengan membayangkan secara kontinu tentang dosa berperilaku congkak, iri dengki dan pamer. Juga dengan menyadarkan diri bahwa keilmuan belaka tidak akan bisa menolak sisi buruk hal-hal negatif ini. Bahkan bisa melipatgandakan siksa Allah Ta'ala yang ditimpakan kepadanya, karena bejibunnya argumentasi yang memojokkannya. Barangsiapa yang meneliti perjalanan hidup ulama-ulama salafush-shalih yang senantiasa mengamalkan ilmunya, maka semestinya ia merendahkan dirinya dan tidak mau berperilaku sombong. Barangsiapa yang mengenal Allah Ta'ala tentu tidak akan mau berbuat pamer. Dan barangsiapa yang senantiasa mengamati perjalanan takdir Allah atasnya sesuai dengan kehendak-Nya maka ia tidak akan berani bertindak iri dengki.

Terkadang iblis menguasai mereka dengan syubhat yang sangat indah. Iblis membisikkan kepada mereka, "Ambisi kalian memperebutkan suatu jabatan bukanlah tindakan takabbur, karena kalian adalah para penjaga syariat agama. Sejatinya ambisi kalian itu merupakan keinginan kalian untuk mengukuhkan agama dan membendung ahli bid'ah. Kecaman- kecamanmu yang keras kepada orang-orang yang dengki merupakan kemarahan agama, karena orang-orang yang dengki sendiri mengecam orang yang berperilaku sama. Dan apa pun yang kalian sangka itu sebagai pamer sebenarnya bukan pamer, karena seorang yang memperlihatkan kekhusyukan dan berpura-pura menangis dari golongan kalian tentu akan ditiru oleh umat, sebagaimana mereka mengikuti dokter saat sedang demam lebih banyak daripada mereka mengikuti perkataan-perkataan dokter tentang gaya hidup sehat saat mereka tidak sakit."

Untuk menyingkap jerat perangkap iblis ini adalah jika seorang berbuat sombong terhadap sesamanya, lalu ia naik ke atas podium atau seseorang dengki kepadanya, sementara seorang alim ini tidak marah melihat fenomena itu sebagaimana kemarahannya untuk membela harga dirinya, meskipun ia disebut sebagai pengawal agama. Maka dapat disimpulkan bahwa ia tidak marah untuk membela kehormatannya, tetapi marah karena ilmu agama.

Adapun terkait riya' (pamer) maka tidak seorang pun diperbolehkan melakukannya. Sikap ini tidak pantas digunakan sebagai alat untuk menarik simpati umat. Diceritakan bahwa jika Ayyub As-Sakhtiyani meriwayatkan hadits maka hatinya luluh seraya mengusap wajahnya dan berkata, "Pilek ini sangat menyiksaku."

Setelah ini semua maka segala perbuatan tergantung niat yang melatarinya. Seorang kritikus memang dalam posisi yang cermat. Betapa banyak orang-orang yang diam dan tidak mau menggunjing seorang mukmin, tetapi jika ada gunjingan di dekatnya maka mereka pun merasa senang. Orang yang diam ini berdosa dari tiga arah sekaligus, yaitu:

1. Senang. Kesenangan ini akibat dari kemaksiatan yang dilakukan oleh orang yang menggunjing di dekatnya.

2. Kesenangannya mendengar sisi negatif seorang mukmin.

3. Ia tidak marah ada gunjingan kepada sesama muslim di dekatnya.


Iblis juga membentangkan jala perangkapnya kepada ulama senior dalam bidang keilmuan, sehingga mereka harus begadang di malam hari dan meneruskan lagi pada siang hari dalam mengarang suatu kitab. Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa apa yang mereka lakukan adalah dalam rangka menyebarkan ilmu agama. Namun di balik itu semua adalah ketenaran, kemasyhuran, pangkat yang tinggi dan menarik minat para pencari ilmu untuk datang kepadanya.

Jerat dan jala iblis ini bisa terbongkar dengan apabila orang-orang memperoleh manfaat dari kitab-kitabnya tanpa harus berguru kepada pengarangnya atau bisa dikaji kepada ulama lainnya maka pengarangnya senang, jika memang ia mengarang demi menyebarkan ilmu agama. Sebagian ulama salaf berkata, "Tiada ilmu yang aku ajarkan kecuali aku senang jika umat manusia mengambil manfaat tanpa harus menis- batkannya kepadaku."

Di antara mereka ada yang bangga memiliki banyak pengikut. Lalu iblis datang mengaburkan niat mereka bahwa kebanggaan memiliki pengikut yang banyak tak lain adalah agar banyak santri yang menimba ilmu darinya dan tentunya ketenaran.

Termasuk jerat jala iblis adalah adanya unsur 'ujub (merasa sombong) dengan kata-kata manis yang dipintal sedemikian rupa dan dengan keil- muan mereka. Tipu daya ini bisa tersingkap jika sebagian santrinya ada yang pindah berguru kepada ulama yang lebih tinggi kualitas keilmuannya maka mereka merasa berat.

Bukan seperti inilah sikap seorang yang ikhlas dalam mengajarkan ilmu agama, karena perumpamaan seorang yang ikhlas adalah laksana seorang dokter yang menangani pasien yang sakit karena Allah. Jika sebagian pasien ada yang sembuh di tangan salah seorang dokter maka dokter lainnya turut senang.


Sekelumit Rayuan Manis Iblis

Ulama senior terkadang mampu menyelamatkan dirinya dari jerat rayuan dan jala godaan iblis. Lalu iblis datang kepada mereka dengan rayuan manisnya yang sangat melenakan. Iblis berkata, "Aku tidak berjumpa orang yang sepertimu. Apa gerangan yang membuatmu menge- tahui banyak luar dalamku." Jika ulama ini tersanjung maka ia binasa. Dan apabila ia selamat darinya maka ia benar-benar telah terbebas.

Imam As-Siri As-Saqathi berkata, "Andaikata seseorang memasuki taman yang di dalamnya terdapat pelbagai macam pepohonan yang diciptakan Allah Ta'ala. Dan di atas pepohonan itu ada segala jenis burung yang diciptakan Allah. Lalu burung-burung itu berkata kepada orang ini, "Assalamu Alaika, wahai wali Allah." Lalu hati orang ini senang menda- patkan salam maka ia telah tertawan oleh burung-burung itu.

Sungguh, hanya Allah Ta'ala yang memberi petunjuk kepada para hamba-Nya. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama