Ketahanan Pangan: Pilar Utama Menuju Indonesia Emas 2045

Pilar Utama Menuju Indonesia Emas 2045


Jakarta (10/10) – Setiap negara memerlukan pangan untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakatnya. Amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ini menjadi salah satu pilar utama dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Namun, ketahanan pangan yang lemah dapat mengancam visi tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rubiyo, dalam podcast LINES TALK LDII TV. Ia menekankan bahwa meskipun teknologi dan industri ditingkatkan, kekurangan pangan dapat menghalangi pencapaian target Indonesia Emas 2045. “Potensi untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, yang dapat mewujudkan inovasi dan teknologi hebat, memerlukan pangan yang cukup dan gizi yang terpenuhi,” jelasnya.

Rubiyo menggarisbawahi bahwa ketahanan pangan berkaitan erat dengan pemenuhan konsumsi bahan pangan, tidak hanya beras tetapi juga komoditas lainnya. Jika kebutuhan pangan tidak terpenuhi, hal ini dapat menimbulkan kerawanan pangan yang berpotensi memicu krisis sosial. “Masalah pangan adalah masalah perut. Perut yang lapar dapat memicu provokasi dan menyebabkan reaksi negatif,” tambahnya.

Pemenuhan kebutuhan pangan, menurut Rubiyo, seharusnya dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga. Ia mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam ketahanan pangan dengan menanam sayuran dari kebun sendiri. “Menanam dapat dilakukan meskipun lahan terbatas, misalnya dengan menggunakan botol bekas atau teknik menanam vertikal,” jelasnya. Ia juga mengingatkan bahwa tanaman memiliki tiga fungsi: keindahan, sumber pangan, dan obat.

Rubiyo memberikan contoh tanaman yang mudah ditanam, seperti seledri, sawi, dan kangkung, yang dapat dipanen dalam waktu singkat. “Harapannya, sayuran untuk konsumsi keluarga bisa terpenuhi dari rumah, sehingga tidak perlu membeli. Selain terjaga kualitasnya, ini juga hemat dan efisien,” tuturnya. Ia menambahkan, pemeliharaan ayam petelur juga dapat menjadi langkah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani di rumah.

Dalam konteks yang lebih luas, Rubiyo menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu dari delapan pengabdian LDII untuk bangsa. “LDII telah melakukan program pertanian berkelanjutan di Bangka Belitung dengan menanam kopi, jagung, umbi-umbian, dan tanaman herbal secara terstruktur,” ujarnya. Selain itu, LDII juga mengembangkan komoditas sorgum di Kabupaten Blora dan Tanah Laut serta menggalakkan eco-persantren di beberapa pondok pesantren.

Rubiyo menegaskan pentingnya menggali potensi bahan pangan lokal sebagai pengganti beras, mengingat banyak lahan pertanian telah beralih fungsi. “Kita harus mulai mengubah pandangan negatif terhadap makanan selain nasi. Makanan seperti ubi kayu, nasi jagung, dan sagu sama baiknya dengan nasi dari beras,” tuturnya. Ia juga menyarankan inovasi dalam pengolahan makanan berbahan dasar tersebut untuk meningkatkan variasi dan nilai gizi.

Akhirnya, Rubiyo mengajak generasi muda untuk berinovasi di bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi, agar petani dapat sejahtera. “Negara kita kaya raya, dengan dua musim, cahaya matahari yang melimpah, air yang cukup, dan tanah yang subur. Manfaatkanlah lahan sekitar untuk mencapai ketahanan pangan keluarga, karena pemenuhan pangan adalah hal yang utama,” tegasnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama