Jakarta (25/11) – Di tengah kemajuan teknologi, ponsel pintar kini memudahkan penyebaran ideologi-ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi perhatian serius bagi para pemimpin bangsa, mengingat tidak adanya penyaring atau kontrol yang memadai dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, dalam sambutannya pada acara Sekolah Virtual Kebangsaan (SVK) yang diselenggarakan oleh DPP LDII pada Sabtu (23/11), mengungkapkan bahwa bahaya ideologi radikalisme agama dan kebebasan individu yang berlebihan kini sangat mudah menjangkau setiap individu melalui perangkat seluler. "Bahaya radikalisme agama hingga pemujaan terhadap kebebasan individu yang mengabaikan nilai-nilai moral bangsa Indonesia, kini langsung mencapai setiap individu dengan mudah melalui telepon seluler yang kian canggih," ujar Singgih.
Acara SVK tersebut dihadiri oleh sekitar 1.500 peserta yang terdiri dari DPW dan DPD LDII di 37 provinsi, yang mengikuti secara daring. Dalam kesempatan ini, Singgih juga mengingatkan dampak dari media sosial, yang membuat pengaruh budaya Barat dan radikalisme agama dapat menjangkau khalayak luas. “Para radikalis agama dan orang-orang yang mempromosikan hedonisme, kehidupan bebas, hingga konsumerisme melalui media sosial. Siapa saja, bahkan keluarga kita bisa terpengaruh,” papar Singgih.
Singgih pun mengapresiasi peran DPP LDII yang menggandeng MPR untuk menyelenggarakan SVK sebagai langkah edukasi masyarakat mengenai nilai-nilai kebangsaan. Ia menekankan pentingnya peran organisasi kemasyarakatan dalam memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. "Pemerintah tidak bisa sendirian membentengi rakyatnya dari pengaruh ideologi transnasional, peran ormas seperti LDII ini sangat strategis dan penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila," kata Singgih.
Senada dengan pernyataan Singgih, Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tantangan besar yang dihadapi oleh nasionalisme Indonesia sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21. Globalisasi dan ekspansi neoliberalisme telah menggerus kekuatan negara-bangsa, yang dapat menurunkan daya tangkal bangsa Indonesia terhadap pengaruh asing. "Kita punya kepentingan untuk memiliki negara yang kuat. Hanya negara yang kuat yang mampu melindungi rakyatnya," ungkapnya.
KH Chriswanto juga menyebutkan bahwa penurunan kualitas kebangsaan bisa bersumber dari dinamika internal bangsa Indonesia. "Bangsa Indonesia, yang merupakan konstruksi supra-etnik, dapat menghadapi masalah etnik, jika negara ini tidak mampu lagi memberikan kesejahteraan, keadilan, dan kebanggaan," ujarnya. Mengingat situasi bangsa yang terus-menerus menghadapi tantangan, ia menekankan bahwa SVK menjadi sarana penting untuk memperkuat kebangsaan dan memperkenalkan kembali nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Selain itu, akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPI), Yudi Latif, menyampaikan bahwa Pancasila harus menjadi dasar kehidupan sehari-hari yang diterapkan secara nyata. Sebagai filsafat hidup bangsa, Pancasila mengatur sistem politik dan kehidupan bernegara. “Semangat dasar Pancasila, seperti nilai gotong-royong, musyawarah, kooperatif, menjadi inti cerminan laku hidup,” kata Yudi. Ia berharap, ke depannya, nilai-nilai Pancasila dapat kembali diperkuat melalui peran aktif komunitas, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, agama, dan budaya. “Tidak mungkin aparatur negara mengatur itu, penjaganya harusnya komunitas, seperti komunitas adat-budaya, pendidikan, agama. Seperti LDII yang konsisten menjadi jangkar Pancasila,” lanjutnya.
Yudi Latif menegaskan bahwa negara dan komunitas harus bekerja bersama agar nilai-nilai Pancasila tetap hidup di tengah tantangan zaman. "Negara perlu bergerak bersama komunitas agar kita tidak kehilangan Pancasila. Aparatur negara, komunitas, dan pengusaha perlu berupaya bersama menguatkan itu," tutupnya.
Dengan berbagai pemikiran dan upaya yang disampaikan dalam acara tersebut, semakin jelas bahwa menjaga dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan Indonesia di era digital ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan seperti LDII. SVK menjadi langkah konkret untuk menyadarkan generasi muda tentang pentingnya menjaga keutuhan bangsa dan negara melalui pemahaman yang mendalam terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.