Sumbawa Barat (17/4) – Tingkat pengelolaan sampah di Kabupaten Sumbawa Barat masih tergolong rendah. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup setempat tahun 2022, hanya 40,75 persen sampah yang berhasil dikelola. Sisanya berakhir mencemari lingkungan karena tidak terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Menanggapi kondisi ini, DPD Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Sumbawa Barat menginisiasi Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masjid (PPSBM) sebagai upaya nyata mengatasi persoalan sampah. Melalui bagian Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), LDII menggandeng jamaah masjid dalam kegiatan edukatif dan partisipatif yang berlangsung secara sistematis dan berkelanjutan.
“PPSBM bertujuan mengurangi sampah ke TPA, mencegah aktivitas membuang sampah sembarangan dan aktivitas membakar sampah. Juga menjadikan sampah sebagai sumber daya yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk,” ujar Ketua PPSBM, Bambang Supriadi, Rabu (16/4).
Bambang menjelaskan, program ini juga mendorong siklus pengelolaan sampah berkelanjutan, penerapan 29 karakter luhur LDII, serta dukungan terhadap target Indonesia Bersih Sampah 2025. PPSBM dilaksanakan di tiga masjid utama, yakni Masjid Bani Saba (Taliwang), Masjid Ulul Albab (Maluk), dan Masjid Subulassalam (Alas Barat).
Lewat gerakan sedekah sampah, LDII mengajak warganya untuk menjalankan prinsip 5M: memilah sampah, mengumpulkan sampah daur ulang, mengolah sampah organik, mengirim sampah daur ulang ke bank sampah, serta mengangkut residu ke TPA.
Pelatihan juga diberikan kepada warga LDII oleh instruktur dari Komunitas Hijau Biru (KHB), sebagai bagian dari rangkaian kegiatan PPSBM.
“Kegiatan PPSBM meliputi penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, penyediaan fasilitas pengolahan sampah organik, penyediaan peralatan pengolahan sampah organik, penyediaan bahan pembuatan pupuk organik, dan melakukan pemilihan sampah organik dan anorganik,” jelas Bambang.
Di lapangan, warga LDII memisahkan sampah berdasarkan jenisnya, lalu mengumpulkannya di masjid sebelum dikirim ke Bank Sampah atau Lembaga Pengepul Sampah (LPS). Beberapa rumah tangga bahkan telah mulai mengolah sampah organik secara mandiri menjadi kompos.
“Beberapa rumah warga LDII sudah mengolah sampah organik secara mandiri untuk dijadikan kompos. Adapun sampah residu dimasukkan ke dalam wadah sampah untuk selanjutnya diangkut ke TPA oleh petugas sampah dari kelurahan atau desa,” lanjutnya.
Program yang telah berjalan sejak April 2024 ini tercatat membawa dampak positif. Pengetahuan dan keterampilan warga meningkat, begitu pula kapasitas pengolahan sampah dan penyediaan bahan daur ulang. Matriks Pola Penanganan Sampah (MPPS) pun mengalami peningkatan.
“Melalui PPSBM ini LDII turut berperan dalam mewujudkan Indonesia Bersih Sampah dan SDGs yang terlihat dari penurunan ritasi pengangkutan sampah ke TPA, penghematan biaya pengangkutan sampah dan pengelolaan TPA, penurunan emisi kendaraan pengangkut sampah dan alat berat operasi pengelolaan sampah di TPA, serta peningkatan kualitas lingkungan,” papar Bambang.
Manfaat tambahan dirasakan langsung oleh warga LDII, di antaranya berupa pemasukan untuk masjid serta peningkatan karakter warga.
“Hasil dari pemilahan sampah dari masing-masing PC dikumpulkan dan dicatat. Meski demikian, hasil yang terpenting dari kegiatan ini adalah mengajak masyarakat untuk berkontribusi dalam pengelolaan sampah sehingga tidak semua sampah diangkut ke TPA, tidak ada kegiatan membuang sampah sembarangan dan membakar sampah,” tegasnya.
Sebagai inovasi lanjutan, PPSBM juga mengembangkan metode Tabung Sampah Organik Rumah Tangga (TASORTA-20), hasil kolaborasi antara DPD LDII Sumbawa Barat dan DPD LDII Sumbawa. Metode ini memungkinkan pengolahan sampah organik rumah tangga secara sederhana dan praktis.
“TASORTA-20 merupakan teknik pengelolaan sampah yang sangat sederhana, praktis dan mudah diterapkan. Teknik ini memungkinkan setiap rumah tangga mengolah sampah organik sendiri, sehingga mengurangi beban TPA,” ujar Bambang.
Lewat program ini, LDII menargetkan pemilahan sampah bisa dilakukan seratus persen di lingkungan rumah dan masjid, tanpa ada lagi sampah yang tercecer. Di masa mendatang, program ini diharapkan bisa diperluas ke wilayah lain di Sumbawa dan menjadi percontohan nasional pengelolaan sampah berbasis komunitas.